Film Keren yang Terabaikan karena Kemunculan Dilan


[ariirawan.com] “Film Dilan 1990 adalah film terzholim sepanjang masa.”

Setelah “Nikahi aku, Fahri.” muncullah “Jangan rindu. Berat. Kamu ngga akan kuat. Biar aku aja.”. Jadi, habis Fahri, terbitlah Dilan. Beberapa bulan kemudian akan hadir, habis Fahri dan Dilan, terbitlah Ari Irawan, dengan slogan “Fahri, Dilan atau Irawan, aduh bingung pilih yang mana.” (ditambah emoticon kzl di belakangnya).

Kemunculan film Dilan 1990 menjadi fenomenal di akhir bulan Januari 2018 versi saya sendiri. Kenapa? Karena film Dilan 1990 termasuk film terzholim sepanjang masa. Bayangkan, baru empat hari tayang, sudah ditonton sampai satu juta lebih. Bioskop-bioskop (khususnya Cirebon) membludak macet total, mungkin mengalahkan antrean Grand Opening Mi Store Mal Emporium Pluit minggu lalu.

Puncak kezholiman itu hadir ketika pintu teater atau audit di bioskop diborong oleh film Dilan 1990. Bahkan di cinema 21 Grage Mall, ketiga pintu teater dibooking oleh Dilan. Di XXI CSB pun begitu juga, hanya beberapa teater yang senantiasa membuka film lain, itu pun satu dua tiga sampai empat kali jam tayang saja. Mereka yang ingin nonton film selain Dilan rela ikut ngantri. Maka kezholiman mana lagi yang kau perbuat?

Sampai tulisan ini dimuat, enam hari setelah Dilan 1990  tayang, saya belum menontonnya. Sebab saya lebih penasaran dengan film Maze Runner 3: The Death Cure. Sudah tiga tahun menanti dari sekuel keduanya pada 2015 lalu. Dan saya kira, film besutan Wes Ball ini salah tanggal rilis khususnya di Indonesia. Jejak film sekeren ini tersapu oleh Dilan yang sampai sekarang tak henti jadi tending topik pembicaraan. Baiklah, soal film Dilan, nanti akan saya review juga atau dibuat parodinya. Untuk sekarang mari membahas film The Maze Runner 3: The Death Cure terlebih dahulu.

Namun sebelumnya, saya tekankan, tulisan ini mengandung spoiler, jangan coba-coba melanjutkan membaca, berat. Kamu ngga akan kuat. Biar mereka yang sudah menonton saja. Tapi kalau penasaran dan ingin menambah penasaran, silakan lanjutkan membaca. Tapi jangan salahkan saya. Salahkan saja Dilan. Karena dia, tulisan ini habis lima paragraph sendiri cuma buat ngomongin dia.

Baiklah, kita mulai. Tapi ingat diingatkan lagi, review ini mengandung spoiler, kalau ngga kuat, ngga usah melanjutkan. Baiklah, kita awali dengan kejar-kejaran mobil dan kereta. Biasanya, adegan kejar-kejaran itu bisa bikin tegang. Maka, film fiksi ilmiah yang diadaptasi dari novel karya James Dashner ini sukses bikin saya tegang, bikin saya lupa napas.

Thomas (Dylan O’brien) dan para anggota Glaaders yang kebal dari virus mematikan Flare yang menginfeksi dunia itu berusaha untuk menyelamatkan Minho (Ki Hong Lee) dan teman-teman lainnya di dalam kereta tersebut yang diculik WCKD. Mereka diduga orang-orang yang kebal terhadap virus.

Di waktu yang sama, Brenda dan Jorge yang ikut kejar-kejaran juga, berhasil membajak sebuah pesawat patrol milik WCKD, aksi penyelematan dimulai, Thomas dkk. berhasil menyelamatkan satu gerbong kereta, sayangnya Minho gagal diselamatkan karena ia tidak ada di dalam gerbong tersebut dan ia akan dibawa ke "Last City". Demi menyelamatkan Minho, Thomas dkk berencana untuk menyusup ke "Last City" yang ternyata adalah kota di mana The Maze dibuat.

Adegan awal penyelamatan itu juga sukses bikin penonton betah untuk tidak meninggalkan bangku bioskop. Adegan tersebut hampir mirip dengan film Fast and Furious saat Vin Diesel dan lainnya membajak kereta. Meski mirip, aksi mereka ini cukup tak terduga karena mereka memotong gerbong kereta dan membawanya terbang dengan pesawat.

Thomas kemudian bertekad untuk menyelamatkan Minho. Bersama Frypan dan Newt, ia kemudian pergi ke kota. Saat tiba di terowongan, mereka diserang serombongan Crank—orang-orang yang menjadi korban virus Flare. Namun di adegen ini sepertinya sedikit kurang surprise. Setelah mengalami jalan buntu karena diserang Crank, tiba-tiba Brenda dan Jorge datang menyelamatkan mereka. Nyaris sama seperti di film keduanya, The Scorch Trial. Kalau sudah pernah menonton seperti mengalami de javu.

Kalau kamu tidak nonton serial pertama dan keduanya, pasti kamu tidak akan mengerti. Jadi lebih baik nonton dulu, tapi tidak masalah juga langsung nonton yang ketiganya bila sudah penasaran berat  (versi “berat”nya Dilan). Hanya saja kamu akan bingung karena tidak ada perkenalan para tokoh di awal-awal cerita. Apalagi awal kisah masalahnya itu sendiri. Awalnya gini, The Maze Runner bercerita tentang sekumpulan remaja pria (Gladers) yang terjebak di sebuah labirin yang disebut "The Maze". Para remaja ini dijadikan eksperimen organisasi besar yang bernama WCKD (Wicked) untuk mencari penawar dari wabah virus, karena para remaja ini kebal terhadap virus Flare.

Sampai di mana tadi, oya, terowongan. Setelah lewat terowongan dan saat tiba di kota, mereka melihat WCKD telah membangun tembok kokoh yang membentengi kota itu dari wilayah sekitarnya yang dihuni orang-orang yang terkena Flare. Di tempat itu, mereka kemudian bertemu Gally (Will Poulter) yang menyelamatkan mereka dari kejaran orang-orang WCKD.

Gally mempertemukan mereka dengan Lawrence (Walton Goggins), pemimpin pemberontakan orang-orang yang terkena virus. Lawrence mengatakan, mereka bisa masuk pusat kota, tapi hanya dua orang. Thomas mengajak Newt pergi ke pusat kota dengan dipandu Gally.

Saat mengamati markas WCKD dengan teropong, Thomas melihat Teresa (Kaya Scodelario), gadis pujaan hatinya yang kemudian mengkhianati mereka. Gally mengatakan, Teresa adalah satu-satunya jalan bagi mereka masuk ke markas WCKD untuk menyelamatkan Minho.

Setelah Thomas berhasil menangkap Teresa, ia membawanya kepada teman-temannya. Teresa sepakat untuk membantu Thomas dkk untuk masuk markas WCKD. Gally kemudian berhasil menyelamatkan anak-anak Gladers yang ditahan WCKD. Kemudian Thomas dan Newt menuju ruang yang diduga menjadi tempat Minho disekap, namun mereka harus berhadapan dengan Janson (Aidan Gillen), pemimpin tentara WCKD, yang ingin membunuh Thomas.

Saat Thomas dan Newt berusaha menemukan Minho sekaligus meloloskan diri dari kejaran Janson, Teresa diam-diam memeriksa sampel darah Thomas yang dia dapatkan saat melakukan operasi kecil menghilangkan pemindai yang terpasang di leher Thomas. Teresa kaget dengan hasil pemeriksaan sampel itu. Khusus hasil sampel tersebut tidak akan beri spoiler, karena itu bagian dari inti cerita.

Anak-anak Gladers yang berhasil diselamatkan Gally dibantu oleh Brenda dan membawa mereka dengan mobil bus. Para tentara WCKD mengejar mereka. Aksi kejar-kejaran dan baku hantam terjadi. Namun, bus mereka sudah terkepung. Di sini, tambah bikin penasaran bagaimana mereka akan berhasil lolos. Di sini juga, saya tidak pernah terpikir mereka bisa lolos dengan cara yang tak terduga. Wes Ball selalu menyuguhi cara yang apik memang. Sialan.

Thomas, Minho, Gally dan Newt berusaha untuk keluar dari kota itu. Namun, Lawrence dan para pengikutnya berhasil menembus tembok kota. Perang dengan tentara WCKD pun tak bisa dihindarkan dan usaha mereka keluar dari kota semakin sulit. Ditambah lagi, Newt ternyata terkena virus Flare. Ia menyuruh Thomas untuk membunuhnya sebelum menjadi zombie. Thomas pasti tidak ingin membunuh sahabat terbaiknya itu.  Kisah persahabatan antara Thomas, Newt, Minho dan Fry memang agak dramatis, setiap sekuelnya selalu diakhiri dengan kematian seseorang. Nasib Newt, kamu pasti paham. Dia mati dengan cara yang keren menurut dia. Tapi Thomas, ia sangat terpukul.

Di tengah peperangan, kota semakin hancur. Thomas yang terluka parah di atas gedung karena terkena tembak oleh Janson berhasil diselamatkan oleh teman-temannya menggunakan pesawat. Sedangkan Teresa, nasibnya dibayar oleh pengkhiatannya. Selain persahabatan, kisah cinta lama belum kelar antara dua sejoli Thomas dan Teresa juga menghiasi film ini. Namun ini tidak mengurangi kualitas film sama sekali, mereka mampu memadukannya dengan action yang keren.

The Death Cure mengambil keputusan yang baik sebagai penutup Maze Runner. Setelah absen selama tiga tahun, para aktor terlihat makin berkualitas. Akting mereka memang tak diragukan lagi. Penampilan mereka pun sudah berubah menjadi lebih dewasa dan keren, perubahan ini sangat terlihat dari postur tubuh dan wajah mereka yang semakin matang. Bagi yang sudah menonton sekuel sebelumnya, penonton pasti setuju akan perubahan pada Thomas Sangster (Newt) dan Will Poulter (Gally) yang dulu terlihat masih sangat muda menjelma menjadi laki-laki dewasa.

Dari segi sinematografi, The Death Cure berhasil menghadirkan dystopian future yang akan menggambarkan secara jelas situasi dunia yang kacau. Hamparan kota-kota hancur dalam film ini mirip dengan hancurnya Raccoon City dalam Resident Evil. CGI yang ditampilkan dalam film ini sangat baik dan rapi. Dengan jelas penonton akan melihat reruntuhan gedung yang terlihat nyata. Scoring film ini pun juga berhasil dieksekusi dengan baik dan membuat jantung penonton berdegup kencang sambil berpacu dengan emosi yang dibangun dalam film ini.

Hanya saja, The Death Cure  terlalu menomorsatukan karakter utama. Padahal, saya juga menunggu-nunggu adegan lebih dari Minho yang dispesialkan oleh WCKD. Film ini juga cenderung serius, jadi jangan berespektasi seperti serial Marvel yang penuh humor. Yang membuat salut, ini adalah film barat yang membuat hati saya meleleh setelah film Logan. Yah secara keseluruhan, film ini seru untuk ditonton dan sangat pas jika ratingnya di IMDB sebesar 7.2. Bagi saya, beri rating 8.1 tidak menyesal dan sudah sangat memuaskan.


Tag: Review Film Maze Runner 3: The Death Cure

Posting Komentar

0 Komentar