Apakah Kondom Solusi yang Tepat?




Masih hangat konflik Dokter malpraktek Ayu cs diakhir November ini, diawal Desember kembali terjadi konflik yang menggemparkan ummat di Indonesia terkait adanya Pekan Kondom Nasional yang digelar Komisi Penganggulangan AIDS Nasional (KPAN) yang dilaksanakan pada 1-7 Desember 2013. Tentunnya ada penolakan dari sebagian kalangan terhadap Menkes yang menggelar aksi sosialisasi (baca: bagi-bagi kondom) kepada masyarakat terkait semakin marak terjadinya penyakit yang disebabkan oleh Virus HIV. Adanya aksi ini untuk berpartisipasi  menanggulangi HIV dan AIDS di Indonesia, khususnya bagi pekerja, termasuk perlindungan terhadap perempuan dan anak. Sebagaimana dilaksanakan  di 12 wilayah yang ada di Indonesia.

HIV (human immunodeficiency virus) adalah suatu virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS dalam tubuh akan menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun (kekebalan tubuh) sehingga siapa yang terkena virus tersebut seseorang akan mudah terkena berbagai macam penyakit. Akan tetapi, terkhususnya generasi muda Indonesia ternyata lebih takut hamil dibandingkan tertular berbagai penyakit akibat berhubungan seksual tanpa pengaman, termasuk terinfeksi HIV. Hal ini bisa dilihat pada survei yang dilakukan Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPA-Nasional), yang dilakukan pada remaja berusia 18-24 tahun pada 2013.

Hal ini tentu sangat memprihatinkan dan tamparan bagi kita semua, apalagi data dari KPA Nasional hingga Juni 2013 menunjukkan ada 1.996 kasus infeksi HIV baru pada usia 15-24 tahun. Sementara jumlah penderita penyakit AIDS sejak 2008 hingga Juni 2013 adalah 28,8 persen penduduk Indonesia pada rentang usia 20-29 tahun (kompas). Lantas, apakah KPA menggelar aksi Pekan Kondom Nasional akan dapat memberi kontribusi yang diharapkan agar semakin sedikitnya penularan penyakit AIDS tersebut?

Tentunya hal ini menuakan kontroversi di mata masyarakat (baca; mahasiswa), kebanyakan aksi tersebut diselenggarakan oleh LDK (Lembaga Dakwah Kampus) diberbagai Universitas yang berunjuk rasa keras menolak terkait PKN (bagi-bagi kondom) yang bahkan mengeluarkan uang sebesar 25 M. Tentunya mereka berantusias mengeksplorisasi akan berdampak buruk yang justru mengakibatkan terjadinya free sex. Seperti inilah setiap ada penyelesaian masalah di negeri ini yang justru yang ada permasalahan semakin besar. Lalu, inikah solusi tepat yang Menkes laksanakan?

Dengan menggelar aksi PKN, mungkin mereka berpikir bahwa dengan membagi kondom secara gratis(tis) kepada kelompok resiko yang peneluran AIDS tertinggi bisa menyetop AIDS. Padahal, dengan menggelar aksi tersebut beraarti mengajak masyarakat akan seks bebas. Karena jelas penyebaran AIDS adalah seks bebas.

Sejumlah pakar meragukan tidak selamanya kondom dapat mencegah penularan HIV/AIDS. Salah seorang pakar di negeri ini tentang penggunaan kondom sebagai pelindung dan sebagai penangkal penyebaran virus HIV/AIDS adalah Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari. Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia akan fakta ilmiah tersebut. bahwa beliau mengatakan di Indonesia, masih saja ada kelompok masyarakat yang menyatakan kondom seratus persen aman. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian. Survei di lapangan dan penelitian di laboratorium membuktikan bahwa penggunaan kondom hanya dapat mereduksi resiko penularan, tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali resiko penularan virus HIV/AIDS.” Lalu bagaimana remaja yang disasar oleh PKN ini yang mungkin mereka  mikir  bahwa ngeseks aman kalau pake kondom? Bukan hanya itu, hal ini pun  dapat menguntungkan perusahan pencipta kondom tersebut?

Sebagai masyarakat peduli akan penularan virus HIV/AIDS, berbagai macam cara untuk mengeskplorisasi bentuk kepeduliannya tersebut. Yang sebagiamana pencegahan adalah lebih utama. Lalu, bagaimana dengan adanya aksi Pekan Kondom Nasional yang sudah dilaksanakan. Semua telah menunjukan kepeduliannya. pertanyaannya siapa yang harus disalahkan? Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.


Posting Komentar

0 Komentar