Jakarta: Tradisi Hadiah di Awal Tahun

Belum tuntas masalah kemacetan. Di awal tahun 2014 ini, setiap musim hujan tiba warga ibukota selalu disuguhi hidangan yang membuat resah. Di mana banjir selalu melanda kota metropolitan tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus ekstra keras menangani masalah klasik yang belum bisa teratasi dari tahun ke tahun. Akan tetapi apakah harus menunggu reaksi dari pemerintah terlebih dahulu tanpa kita memulai dari diri sendiri? Jelas ini merupakan tanggungjawab kita bersama. Air hujan yang jatuh merupakah anugerah dari Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia. Namun, kenyataanya sangat bertolak belakang bagi wilayah ibukota dan sekitarnya, karena setiap musim hujan datang tak lepas dari bencana banjir yang melanda setiap tahunnya.

Untuk itu, pemerintah telah berupaya menerapkan beberapa kebijakan. Diantaranya Banjir Kanal Barat (BKB) atau menormalisir waduk maupun membuat sumur resapan, agar jumlah titik genangan yang berpotensi banjir tidak meluas di wilayah Jakarta. Sepertinya, upaya tersebut belum sesuai apa yang diharapkan. Alhasil, upaya pemerintah belum berhasil dengan maksimal dan pada akhirnya banjirpun tak bisa dielakan lagi. Berdasarkan data yang diperoleh dari archdaily.com tercatat Jakarta termasuk kota kesebelas yang paling rawan terkena banjir di dunia. Apakah ini sebuah prestasi? Jelas ini tamparan buat kita semua atas bencana banjir tersebut.

Bila dilihat lebih jauh lagi ke belakang, setidaknya ada beberapa faktor utama yang tak terlepas dari sebab bencana banjir yang melanda kota-kota di Indonesia khususnya Jakarta. Di mana sungai yang merupakan jantung utama sebagai jalan mengalirnya atau menampung air sebelum akhirnya sampai ke lautan. Nampaknya, aliran air masih tersumbat dengan adanya sampah-sampah organik maupun anorganik yang mengapung di permukaan air sungai. Ditambah lagi hujan terus menerus yang diprediksikan akan mengguyur dari bulan Januari hingga akhir Februari. Sehingga mengakibatkan air sungai menjadi terbendung dan menguap, pada akhirnya banjirpun tanpa diundang menyapu bersih daerah sekitar sungai, bahkan bisa lebih luas lagi. Dari  sini bisa dilihat bahwa sungai tak bisa beroprasi sebagaimana fungsinya, seolah fungsi sungai kini mengalami kecacatan.

Faktor lain di zaman modern ini, daerah serapan air jarang sekali ditemukan, terutama di daerah perkotaan. Mengingat kondisi kota termasuk Jakarta yang berada di dataran rendah. Daerah serap justru banyak tertutup dengan aspal ataupun beton. Bahkan beberapa pesawahanpun dijadikan perumahan. Hal ini membuat air seperti kocar-kacir mencari jalan dan celah untuk meresap ke dalam tanah. Sebab bagaimana tidak, 92 persen wilayahnya kini sudah dikonversi menjadi “Hutan Beton”. Sehingga airpun tidak menemukan resapan ke dalam tanah yang hanya tersisa 8 persen. Dengan demikian banjirpun tidak bisa dielakan lagi. Tentunya, Jakarta mempunyai masalah serius atas buruknya kondisi struktural sekarang ini.

Banjir yang melanda wilayah Jakarta dan sekitarnya juga tidak terlepas dari kepungan penyakit yang siap menyergap. Hal ini harus diwaspadai kepada korban banjir agar bisa mengantisipasi dari beberapa penyakit. Diantaranya adalah, demam berdarah dengue (DBD), diare, kulit gatal, infeksi saluran pernapasan akut, saluran pencernaan, dan sebagainya. Biasanya, yang mudah terkena penyakit tersebut adalah anak kecil atau balita, karena daya tahan tubuhnya yang masih terlalu lemah, atau bahkan bisa menyerang orang dewasa. Untuk itu, peran orangtuapun tak lepas dari pengawasan dan pelindungan agar anak-anaknya harus terus terjaga dari lingkungan ataupun fisiknya, baik dari pola makan, minum serta pola bermain di mana terlihat anak-anak merasa bahagia berada di genangan air yang telah berwarna coklat. Dan juga harus menyiapkan beberapa obat yang diperlukan.

Banyak korban yang mengungsi. Di sisi lain, ada warga memilih untuk tetap tinggal di rumahnya yang tergenang air ketimbang berlindung ke tempat pengungsian. Alasanya, untuk melindungi harta benda mereka. Ya, pilihan ini mempunyai risiko yang cukup tinggi. Di mana seseorang memilih melindungi harta benda ketimbang dirinya sendiri. Yang mungkin bisa saja sewaktu-waktu nyawa menjadi taruhannya. Apalagi bila ada banjir susulan yang lebih besar, hal ini justru berdampak masalah lebih besar yang harus ditinjau kembali. Selain itu, ada juga yang tidak boleh dilupakan. Yaitu sengatan listrik. Sengatan listrik bukan hanya kontak langsung dengan manusia, tetapi juga bisa melalui penghantar lain seperti air. Air mempunyai penghantar listik yang baik. Dengan demikian, seseorang harus lebih ekstra hati-hati pula karena bisa membahayakan nyawa bila terkena sengatan listrik tersebut. Listrik mempunyai daya arus yang berbeda. Pada arus yang berkekuatan 40mA, seseorang yang terkena tegangan ini hanya akan mengalami sesak napas. Sementara, pada arus 1A, bisa mengakibatkan kematian. Namun, bukan menjadi alasan untuk menghiraukan keduanya.

Seharusnya kota kesebelas yang paling rawan banjir ini (baca: Jakarta) menjadi evaluasi bagi pemerintah. Tanpa ada penyelesaian yang efektif dan menyeluruh, saat datangnya musim hujan wilayah Jakarta tak bisa terhindar dari bencana klasik tersebut. karena juga ini adalah tanggung jawab kita bersama, wargapun harus mempunyai kepekaan terhadap lingkungan. Sampah-sampah yang berserakan dan infrastuktur yang menjadi faktor utama terjadinya banjir perlu ditinjau kembali. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan atas masalah ini. Akan tetapi, bukan berarti terlepas upaya bagaimana kita sedikitnya mencegah bencana banjir tersebut. Jadi, yang dipertanyakan apakah Jakarta akan terus mendapatkan hadiah tradisi setiap awal tahunnya? Lalu sampai kapan tradisi itu akan hilang? Tanya saja kepada rumput yang bergoyang.

referensi: kompas.com

Posting Komentar

0 Komentar