Practice, Repetition and Habits




Kaki ini terasa gemeter. Jantung berdetak lebih kencang. Biarpun sudah kukendalikan tetap saja tak mau kuajak kerjasama. Bagaimana tidak, untuk orang sepertiku ini yang belum terbiasa berbicara di depan massa. Singkat cerita, ketika awal aku duduk di bangku SMA, hal yang paling aku tidak suka (sebenarnya mau) adalah harus berbicara di depan kelas, entah itu untuk presentasi kelompok, ataupun yang lebih tidak mengenakan adalah disuruh guru menjelaskan apa yang telah guru terangkan sebelumnya, dengan terpaksa atau suka rela.

Saat yang bukan kutunggu-tungga akhirnya datang juga, ketika guru Biologi menyuruhku untuk mejelaskan materi di depan kelas. Untuk berdiri dari bangku saja terlalu sukar. Terasa ada lem yang menempel di atas bangku itu. Akan tetapi, aku tidak mau harga diriku terinjak karena tidak mau ke depan kelas. Dan sejurus kemudian seluruh anggota tubuhku sudah berdiri di hadapan puluhan pasang mata itu. Ya, keringat dingin sudah membanjiri tubuhku, seragamku basah kuyup seperti direndam satu hari satu malam. Biarpun demikian, aku tidak mau meyerah sampai disini. Aku berusaha mengatur aliran napas. Mataku terpejam, lalu kubuka kembali. Tak lama kemudian mulutku akhirnya mengeluarkan suara juga.

Kau tahu, bagaimana nada suara yang aku lantunkan itu? Ya, dengan suara tertatih-tatih,  grak-greuk seperti mobil mau mogok, jantungku tak henti loncat ke sana kemari. Aku berpikir apakah semua isi kelas akan terbirit-irit berhamburan keluar karena suaraku ini. Di depan aku tidak tahu mau menjelaskan apa. Padahal, materi itu sudah dikuasai sepenuhnya, tapi nyatanya aku belum bisa menjelaskan, bahkan karena saking groginya materi tersebut ikut berhamburan melayang entah kemana, seketika hilang dari kepalaku. Akan tetapi, aku beruntung otakku satu-satunya tidak ikut keluar juga. Ya, aku belum terbiasa berbicara di hadapan puluh pasang mata.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, hingga waktu di penghujung masa SMA, inilah waktu nyaliku diuji. Saat berpidato untuk ujian praktik Bahasa Indonesia. Sebelumnya memang sudah tahu bahwa ujian praktik itu pasti dilaksanakan, dengan ini aku bisa berlatih terlebih dahulu. Berlatih berbicara, mecoba mengulang bahan teks pidato, dari atas hingga ke bawah tanpa ada kata yang terlewat. Entah berapa hari kumelatih diri. Bicara sendiri seperti orang gila dengan teks di genggaman tanganku. Di sisi lain, aku juga sudah merasa tenang dan sudah terbiasa, kerena sejak awal hingga akhir SMA ini sudah terbiasa maju ke depan kelas, setidaknya ada sedikit kebiasaan untuk menghilangkan grogi, kaki gemetar dan keringat yang keluar membanjiri tubuh, walaupun itu masih melekat hingga sekarang ini.

Hingga saatnya tiba giliranku maju. Jantung selalu berdetak lebih kencang, namun segera kukendalikan bahwa aku pasti bisa menyampaikan isi dan pesan pidato ini. Ya, tidak ada kendala atau rintangan saat aku berdiri dan berbicara di depan. Ketika dulu berbicara dengan suara tertatih-tatih,  grak-greuk seperti mobil mau mogok, dan jantung tak henti loncat ke sana kemari. Aku berpikir apakah semua isi ruangan akan terbirit-birit berhamburan keluar karena suaraku ini. Akhirnya aku bisa menjelaskan apa yang ada dalam isi pidato itu. Walaupun suaraku memang terdengar sangat fals.

Dari sini aku bisa mengambil pelajaran, bahwa untuk berbicara di depan massa, harus diawali dengan latihan dan pengulangan, semua itu agar menjadi kebiasaan kita dalam berbicara. Seperti yang dilakukan sebelum melakukan pidato, aku berlatih jauh hari sebelum hari ujian itu tiba. Dan yang lebih penting lagi adalah kebiasaan untuk mencoba berbicara di depan massa. Keterbiasaanku sejak awal SMA berbicara di depan kelas, grogi itu selalu ada, hal itu lah untuk melatih kebiasaan berbicara. Walaupun hingga sekarang ini rasa grogi itu selalu melekat dalam diri, dan itu sudah menjadi hukum alam.

Aku yakin seorang pengisi seminar pun sebelum acara itu berlangsung, jauh hari ia melakukan persiapan terlebih dahulu. Dan kerena sudah kebiasaan berbicara di depan ribuan pasang mata, ia begitu lancar membawa acara tersebut, menyihir siapa yang mendengarnya, sehingga mereka begitu rileks menyimak apa yang disampaikannya. Hal ini juga terjadi saat aku duduk di bangku kuliah, saat aku membawa sambutan di sebuah acara organisasi.

Bagaimana bila pengisi seminar tersebut tidak ada persiapan terlebih dahulu, dimungkinkan acara seminar berjalan tidak efektif. Demikian juga aku pernah mengalam hal tersebut. Ketika itu ada sharing kepenulisan dalam sebuah komunitas ‘Pena Wrating’ di sebuah kampus. Saat itu ada temanku mendadak mengundangku untuk bisa hadir di sana, dan akhirnya aku menerima tawaran itu. Setelah sampai di sana, acara sharing-pun dimulai. Tidak kusangka yang mengisi (materi) forum tersebut adalah temanku sendiri yang mengundangku.

Saat itu aku duduk tidak jauh dengannya. Temanku mengisi acara tersebut dengan materi kejurnalistikan. Setelah berapa lama, ada hal yang mengagetkanku saat itu, ketika temanku memperkanalkan aku, dan ia juga mengatakan bahwa aku juga harus mengisi materi selanjutnya, yaitu materi kesastraan. Ya, aku merasa tidak percaya mendengar pernyataan temanku itu. Sebelumnya, yang aku tahu hanya bisa hadir di sana, bukan menjadi pemateri. Nasi sudah menjadi bubur, bagaimana lagi mau menolak bila sudah berada di sana. Saat itu aku merasa bingung apa yang harus aku lakukan. Apa yag harus aku sampaikan? Sementara belum ada persiapan apapun, ditambah lagi ini kali pertamaku mengisi subuah forum sebagai pemateri.

Akhirnya yang aku sampaikan hanya seadanya, bahkan tidak sesuai apa yang diharapkan. Di sana aku hanya sekedar basa-basi, jauh dari apa yang seharusnnya disampaikan, karena ketidaksiapan dan persiapan sebelumnya, sehingga dalam penyampaian menjadi tidak efektif. Beberapa anggota yang menanyakan perihal sastra pun aku jawab seadanya, bahkan sedikit ngawur. Sebelumnya aku menjelaskan tujuanku ke sini hanya belajar menerima materi bukan menjadi pemateri.

Dalam proses pembetukan berbicara haruslah memiliki peran sebelumnya dalam rentang waktu tertentu. Dan inilah yang disebut Practice (latihan) dan Repetition (pengulangan) untuk mecapai Habits (kebiasaan).

Posting Komentar

0 Komentar