Hadiah Ulang Tahun untuk An


An, sayang, sebelum kau membaca surat ini sampai selesai, izinkan aku mengucapkan selamat ulang tahun untukmu. Hehe masih lama memang. Ulang tahunmu Agustus nanti, tapi gapapa, aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan lebih awal enam bulan terhitung mulai dari aku mencintaimu. Betapa sangat bahagianya—jika—memilikimu, An.

Enam bulan mendatang, aku sudah merencanakan hadiah ulang tahun untukmu. Semua orang pasti menyukai kejutan, tetapi dalam surat ini sengaja akan kutulis lima bocoran hadiah yang akan kuberikan padamu. Simak baik-baik ya, tidak perlu deg-degan gitu. Eh, tapi gapapa, aku menulis surat ini juga dengan hati berdebar. Duh.

Baiklah, di antara hadiah ini, kamu boleh memilih satu, dua, atau lima atau kau beri tahu hadiah mana yang paling kau sukai.

1
Sudah lama aku tidak mengajakmu pergi. Membawamu ke sebuah kota di Turki aku kira pilihan terbaik. Di sana kita belajar arti perjuangan dan sebuah janji. Kau tahu kan siapa yang menaklukan kota itu, iya, aku, aku, An, bukan Al-Fatih, tapi aku, kamu percaya? Ah tentu saja tidak. Memerintahkan ribuan pasukan saja aku tidak mampu, apalagi memindahkan ribuan kapan melewati pegunungan dalam satu malam.

Tetapi kamu harus percaya, bahwa aku mencintaimu tanpa harus kuperintahkan. Aku tetap tinggal di hatimu tanpa harus kupindahkan. Di sana, kita akan membangun sebuah kerajaan, membangun sebuah kota, sebuah desa. Kota adalah pikiran kita dan desa adalah hati kita. Ramai. Damai. Setelahnya, kita tidak perlu lagi menaklukan Roma, menaklukan rasa egois kita aku rasa sudah cukup. Bagaimana? Atau kota mana lagi yang ingin kau kunjungi?

2
Aku akan menyediakan untukmu dada yang lapang dan bahu yang membuatmu dapat menumpahkan air mata tanpa harus terlihat sedang menangis. Aku akan menyediakanmu telinga untukmu tempat segala cerita tentang kehilangan. Izinkan aku menyontek kasih sayang ibumu agar aku mampu melakukannya juga padamu. 

3
Aku akan memberimu selimut, hujan dan kamar tidur, di langit kamar itu akan kulukis seribu bintang.

Sebab, di dunia ini, tidak ada yang selama-lamanya, termasuk pelukanku. di waktu tidak terduga, aku bisa saja pergi dan menghilang kapan pun. jika kau kedinginan, aku tidak bisa lagi memberimu sebuah pelukan, tapi dengan selimut itu, setidaknya kau tidak perlu lagi memeluk diri sendiri.
sudah, jangan bersedih, apalagi menangis. tapi jika sudah kuat menahannya, sudah kusiapkan air hujan untuk menemani air matamu. kau tidak lagi sendiri. sampai kapan pun, aku masih berada di kamar itu, tinggal di langit yang kulukis sendiri, untukmu.

4
Aku akan mengajakmu menyusuri sungai-sungai di ibukota. Kita akan melihat orang-orang mencuci, mandi, dan membuang segala yang kotor. Jika diibaratkan, hati adalah sungai; ia mengalir, meluap, memendam dan dapat membuat orang-orang di tepiannya banyak menjatuhkan air mata. 

Kita akan melihat bahwa harapan seolah suatu kesalahan dan kesalahan mereka pun dijadikan sebuah tawaran harapan.

Aku mencintaimu adalah sebuah kesalahan dan kesalahan terbesarku adalah aku mencintai dengan sengaja. 

5
Aku akan mengajakmu ke pelaminan. Duduk dan melihat para tamu berjalan, tertawa dan berbincang dengan teman yang lama sekali tidak mereka temui. tidak ada lagi yang membicarakan kesedihan. Semuanya seolah-olah terlihat bahagia, tidak peduli siapa di antara mereka yang terluka.

Di sana, aku akan berhenti menulis puisi apalagi membacanya. Puisi tidak butuh keramaian apalagi pesta. Ia lebih menyukai kesunyian, tapi tidak suatu masalah, selama kau berada di samping, kau adalah puisiku, segala yang ada dalam tubuhmu.

salam sayang, jaga diri dan jaga kesehatan.

Posting Komentar

0 Komentar