“Nak kau sudah bangung ternyata”. Terdengar suara dari belakang.
Aku terkejut setengah mati mendengar suara itu. persis dalam mimpi tadi. bidadari surga memanggil dari belakang. Namun aku salah memandang, itu bidadari dunia calon penghuni surga.
“Ibu, Sungguh aku terkejut.” Seruku
Terasa detakan jantung yang lebih cepat berdetak, dibandingkan jam dinding bulat disamping kamar. Lalu Ibu menyapa dengan senyuman, senyuman yang bersinar walau hari masih tak terang. Sungguh awal yang indah, mempertemukan pagi dengan senyuman yang tulus, akan tetapi mata ini masih teras kantuk.
“Ya sudah cepat mandi sana, khawatir nanti ketinggalan shalat shubuhnya!” Suruh Ibu pelan dan kembali lagi ke balik kamar.
Langkah demi langkah aku menuju ke kamar mandi, ku celupkan jari ini kedalam bak air.
“Dingin banget”. Terasa menusuk pori-pori kulit, ini baru jari yang terkena air. Belum seluruh badan. Inillah kebiasaanku setiap hari, selalu mandi sebelum shalat shubuh dimulai. Karena dari buku yang aku pernah baca bahwa mandi sebelum shalat shubuh atau satu jam sebelum matahari terbit itu sangat baik untuk kesehatan, ini juga selalu dicontohkan oleh Rasulullah. Dan aku ingin selalu membiasakannya.
Terdengar Adzan shubuh sudah berkumandang, menandakan kewajiban umat islam untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah dimasjid. Setelah selesai mandi, aku bergegas memakai sarung dan baju koko, sekilas aku berdiri didepan cermin. Nampaknya sudah rapi dan wangi untuk bertemu dengan Allah shubuh ini.
Membuka pintu awal rumah dengan niat karena Allah, semoga hari ini penuh keberkahan. aku berjalan menuju masjid yang agak jauh dari rumah. Hari masih gelap dan terasa begitu segar, nampaknya bintang-bintang masih menampakan keindahannya. Mahasuci Allah atas segala ciptaan-Nya.
Pulang kerumah membawa hati yang senang, tenang dan damai. Setelah selesai pulang dari masjid. Alhamdulillah. Nikmat yang Allah berikan. Kebahagiaanku nampaknya terlihat dalam benak Ibu, wajah bersinar dengan mulianya air whudu. Berbagi kebahagiaan dalam keluarga sederhana. Bulatan indah menampakan sinarnya yang Agung. Melengkapi kelopak mata yang Allah berikan. Awal hari setelah libur pekan, mempertemukan Ujian Praktik disekolah. Sibuknya siswa diakhir tahun kelulusan.
Sebelum berangkat sekolah aku sudah mempersiapan bekal yang ada diotak untuk bertempur dengan Ujian praktik. Tak lupa minta doa restu pada Kedua orangtua. Karena bahwasanya doa orangtua adalah sebuah hadiah yang selalu terkabul dalam RidhaNya
“doakan ya bu semoga praktik ini berjalan lancar”.
“iya nak, Ibu selalu mendoakanmu, ibu akan berdoa dalam shalat dhuha nanti”. kucium tanganya pintaku meminta doa untuk kemudahan dalam melaksanakan tugas seorang hamba, salam terucap dari bibir.
Aku nyalakan mesin sepeda motor yang sederhana ini. Tak begitu bagus, tapi akan lebih indah bila bersyukur atas pemberianNya. Sebuah titipan untukku dalam menjalankan kewajiban menuntut ilmu. Jarak dari rumah ke sekolah sangatlah jauh, butuh waktu kurang lebih empatpuluh lima menit untuk sampai disekolah, rumahku dipedesaan sedangkat sekolahku diperkotaan. Hampir Tiga tahun dengan sabar menuntut ilmu di SMA. Aku tarik gas perlahan-lahan, sementara Ibu berdiri didepan pintu melihat keberangkatanku kesekolah. Semoga Ujian Praktik ini berjalan dengan lancar dan diberi kemudahan.
Alhamdulillah, sampai juga disekolah. Sebuah harapan ketuntasan. Kulihat jam masih menunjukan pukul delapan, harus menunggu sejam lagi untuk memulai praktik. Sebuah harapan ada juga kecemasan, semuanya melayang-layan dipikiran. Setiap saat kulihat jam tangan, hati deg-degan, darah berlinang ketika sudah sebentar lagi dimulainya Ujian. Kimia, itulah santapan pertama hari ini, dan Titrasi Asam Basa menjadi olahannya. Ujian yang ditakutkan setiap siswa ketika mendapatkan Titrasi. Namun bagiku itu adalah pilihan yang terbaik yang dipilih oleh Allah padaku diantara Elektrolisi, Hidrolisi dan Isomer. Doa-doa selalu kupanjatkan, aku yakin Allah pasti memberi kemudahan kepada yang bersungguh-sungguh.
Terdapat duabelas siswa dalam satu ruangan yang berbeda materi. Aku duduk dikedua terdepan, alat-alat praktikum sudah disediakan diatas meja tepat dedepan mataku. Jantung terus berdetak, tangan bergetar ketika baru menyentuh alatnya saja. Ada buret yang menggantung pada statif dan klem. Aku masukan larutan pada buret dan erlenmeyer yang sudah ditentukan itu pun dengan gemeteran. Yah, ada masalah kali ini, kutengok kanan dan kiri semuanya sudah hampir selesai, sementara saya masih dalam prosesan belum selesai-selesai untuk mencapai titik equivalen karena aku melakukan dengan sangat hati-hati.
“tetesannya dipercepat” Seru guru padaku. Akupun mencoba melakukannya. Alhasil, bocorlah sudah ketika kupercepat tetesan itu. Jantungku semakin berdetak kencang. Entah itu berapa skala richter. Akan tetapi aku berusaha melanjutkan dan melanjutkan dengan selesai, dan akirnya selesai pula. Harap-harap cemas melayang dalam pikiranku dan hati ini tak pernah berhenti berdoa untuk ketuntasan. Dengan kesalahan barusan apakah akan meraih ketuntasan. Sebuah pengalaman yang tak terlupakan. Aku tunggu diluar menunggu pengumuman diserahkan. Semua siswa merasa kecemasan menunggu keputusan.
“Ah lama, semoga tak terkena remedial”. Harap-harap cemas.
Semuanya pada antri didepan jendela, guru akan mengumumkannya. Pertama kupejamkan mata. Semoga tak kena remedial. Kucari namaku diantara nama yang lain, kemana? Aku tidak ada dalam jajarannya. Dan yang ada hanya nama-nama yang terkena. Aku tak ada. Berarti aku tuntas. Terasa mimpi, bayangkan saja dalam proses praktikukum tak berjalan dengan sempurna. Akan tetapi, Alhamdulillah aku tak terkena remedial. Syukur aku panjatkan kepada Allah. Doaku terkabul juga. Sebuah keajaiban. Sempat teringat, mungkin ini adalah doa Ibu, Allah mengabulkannya. Terucap syukur, Alhamdulillah.
0 Komentar