Kepada De dan hal-hal yang tak pernah selesai



“Dari tulisan 140 karakter ini, ada perasaan yang tak pernah selesai bila sekedar diucapkan.” @Ariira1_

“Jarak, katamu, memahami cerita yang tertulis. Tapi kau tak pernah memahami sajak-sajak ini.”


“Sajak kepergianmu tak lebih mahal dari koin seratus rupiah. Sampai pengamen itu, meringis kecewa dan berlalu pergi saat kau memberinya.”


“Bila secangkir kopi adalah kehidupan, rasa manis adalah kebahagiaan, sedang pahitnya masa lalu yang terpendam.”


“Seperti menghabiskan secangkir kopi, kebahagiaan kita teguk perlahan-lahan, sampai tersisa ampas kepedihan, yang ditinggalkan.”


“Akan tiba saatnya, secangkir kopi diseduh, atas nama kehilangan.”


“Siapa yang memanggilku malam larut. Kubuka jendela. Ah, aku baru ingat, itu teriakan perpisahanmu, senja itu.”


“Bila ada undang-undang tentang air mata, entah berapa kali kau terpidana; airmataku yang terus kau jatuhkan.”


“Di kilometer sembilan puluh, kau melihat kupu-kupu jatuh ke tanah, Saat itu pula, kau melupakan secangkir kopi yang kuseduh untukmu.”

“Secangkir kopi dan pagi tak bosan bercengkrama, sedang rindu sendirian menunggu, waktu.”

“Hujan selalu menjatuhkan dari yang mencari kenangan.”

“Pada selembar kanvas, aku melukis bahagiamu, di bawah gerimis.”


“Air mata yang terjatuh itu, seperti mengatakan, “kenapa aku di jatuhkan?” Dan aku, tak mampu menjawabnya.”


“Senja, telah mengajari pada burung pipit itu, bahwa sore ia harus pulang. Dan kamu tidak mau mengerti juga?”


“Seperti anjing pencari kehilangan jejak-jejak pencuri yang diguyur hujan. Kau pinter bersembunyi dari yang basah.”


“Malam sudah ditidurkan, yang terjaga rindu, terlelap dalam ingatan.”


“Kau berisik sekali dalam ingatan, setiap aku menutup mata.”


“Di balik senyummu, ada getir. Di balik katamu, ada bayangan yang disembunyikan. Semuanya berbentuk rahasia.”


“Selamat malam, pada air mata yang bergelayut dan terjatuh, malu-malu.”


“Setiap musim telah terjadwalkan, kecuali tentang kerinduan.”


“Jatuh cinta dalam sunyi, saat daun-daun gugur di malam hari. Tak ada yang mengerti,
selain dirinya sendiri.”


“Pohon-pohon yang menggugurkan daun-daun, mengajari kita tentang cinta, sesuatu yang tak bertahan harus direlakan.”


“Seperti puisi ini, aku tak pernah tidur, menyapamu, dalam sunyi.”


“Terkadang aku ingin menjadi seperti sajak di dinding kamar, yang hanya tersentuh oleh angin dan cahaya dari balik jendela."


“Matamu adalah sajak yang tak pernah mampu kubaca.”


“Kupungut airmatamu dari daun pagi, yang tak diketahui oleh malam.”


“Kutulis namamu di sajakku, yang tak pernah dapat digapai rindu.”


“Sejak mengenal puisi, tak mudah malamku menutup mata. Sebab, ciumanmu terbayang dalam tiap baitnya.”


“Barangkali, hanya tulisan pesan pada radio. Satu-satunya yang bisa bersuara untukmu kurindu, dari pada puisi yang tersimpan malu-malu.”


“Dan, sajakku masih tentang rindu, yang tak habis dikikis malam.”


“Ciuman tadi, adalah rindumu yang basah di bibirku tanpa mampu kusajakan.”


“Edellwiss adalah tanda keabadian, katamu. Lebih abadi mana, edellwiss atau puisi yang diciptakan oleh airmata.”


“Kepada D, pinjami aku tubuhmu yang hangat, dari malam yang dingin, aku menggigil dari sepi yang kauciptakan.”


“Sajak ini, hanya untuk menyeka air mata, yang tak terjangkau rindu.”



“Maafkan bila aku tak pernah izin menuliskan namamu dalam sajak ini. Karena cintaku, selalu diam sampai ke sunyi.”

Posting Komentar

0 Komentar