Kumpulan sajak kecil dan sederhana ini aku kutip dari akun twitter saya sendiri @Ariira1_.
“Pada malam, kau tak jauh seperti derit; yang kudenger dari kejauhan”
“Sini telapak tanganmu, kudekap erat. Bila nanti kau menahan hujan, masih ada kehangatan, di bawah air itu.”
“Kelak, tubuh ini akan menjadi fosil yang dapat terkubur, bersama rinduku, yang tak pernah kau tahu, selamanya”
“Pelukan ini jawaban atas kesedihanmu yang membisu.”
“Hatimu pintar sekali menyembunyikan luka, tapi matamu selalu berbicra dengan air mata.”
“Barulah hujan reda, kubawa payung untukmu. Kenapa kau tak kemari saat hujan turun, katamu. Agar kau dapat membedakan lebih deras mana, air hujan atau airmataku.”
“Langit itu berwarna apa? Tanyamu. Kelabu, kataku, bila suatu saat nanti, kau bertanya pada sepi.”
“Keindahaan kupu-kupu hanya sementara, setelah kau pergi. Dan aku, hanya ingin kau menjadi kepompong saja, dalam kehangatanmu.”
“Bila kau masih mempercayai; tentang kupu-kupu yang hinggap di jendela. Jangan biarkan diapergi, itu tamu penggantiku di hatimu.”
“Dadamu, semanis madu. Aku ingin menjadi kupu-kupu yang keluar dari matamu. Dan hinggap di dadamu. Selamanya”
“Aku adalah setangkai mawar, yang kau cium habis harum, lalu ditinggalkan.”
“Di mataku, juga tak lebih kau setangkai mawar plastik dalam pas bunga. yang selalu utuh dalam hidupku. Begitulah kenapa aku pergi, dalam kepalsuanmu.”
“Aku adalah akar yang menopangmu. Tak perlu khawatir. Mekarlah! Seperti cintaku ini.”
“Benar, mawar itu tetap indah meski telah kau petik. Sampai suatu hari nanti, kau akan baru merasakan, apa itu kehilangan”
“Ampas kopi masih bisa kita seduh, katamu. Kau bilang kita, tapi kau pergi Ampas-ampas ini, menjadi masa lalu, lagi.”
“Ampas kopi kau guyur dengan air putih, dan kau buang di atas tanah. Begitukah kau melupakan kenangan pahit, yang masih membekas dalam dadaku.”
“Kemarilah, kita pandang fajar di ketinggian, bersama secangkir kopi ini, yang tak tersentuh bibirmu lagi.”
“Aku adalah cangkir yang kau seduh kopi, yang ditinggalkan. Kecupanmu terasa tiap kau meneguknya. Dan ampas ini, seharunya kau seduh lagi.”
“Bersama senja, deru ombak, dan secangkir kopi, maka jadilah bayangmu, yang hilang”
“Tiada perlu yang disesali dari citamu, selain kepergian.”
“Jarak kita selalu dekat, berada dalam satu ruang bersama kesunyian.”
“Jadi begitu, wangi parfumumu tiba-tiba datang, ketika aku membuka jendela; serupa pulukan perpisahan.”
“Parfummu begitu saja menempel di tubuku. Untuk menggantikan kehangatan pelukanku, katamu.”
“Satu, dua, tiga, kita sering bermain petak umpet, dan kau selalu kutemukan, dari masa laluku.”
“Kita pernah dekat, dalam suatu ruangan yang bernama kesunyian.”
“Ajari aku tentang pagi: ketika aku membuka mata, matamu berada di depan mataku, dekat.”
“Ceritakan aku tentang kepergian; seperti awan petang yang menghitam, burung-burung ke sarangnya, dan lambaian tanganmu.”
“Tidak ada puisi untukmu malam ini. ia mulai lelah. sampai suatu saat nanti, baru kau menyadari, akulah puisimu.”
0 Komentar