Beberapa Tahun ke Depan, Mereka akan Memanggil Saya Irawan



[ariirawan.com] “Untuk mengharumkan badan itu dengan parfum, sedangkan untuk mengharumkan nama dengan kerja keras, doa, dan beberapa keberuntungan.”
    Winaro, Underwood, Fessenden, Kimbal, Dwidjosaputro, Lakitan, Brotowidjoyo, Yatim, kalau kamu kenal nama mereka, sudah dipastikan kamu ngga sia-sia kuliah di Jurusan Biologi dengan seabreg laporan praktikumnya. Ya siapa lagi, mereka adalah salah banyak yang selalu menghiasi daftar pustaka laporan praktikummu.
    Saya ngga tahu apakah kamu kenal nama mereka secara langsung dari buku, dari internet, atau dari buku laporan praktikum kakak tingkatmu. Kalau kenal mereka dari buku, maka tidak ada persoalan. Tapi kalau dari internet atau buku laporan kakak tingkatmu, nah ini kadang jadi persoalan.
    Mengapa? Dari banyak kasus kadang menuliskan nama atau daftar pustaka dengan sekarepe dewek. Jadi, beberapa ada yang menulis daftar pustaka dari nama, tahun, judul buku, penerbit, kota, ternyata sangat bervariasi, random, beda-beda, padahal satu referensi, laporan asal selesai dan yang penting dikumpulkan.
    Beberapa saya melihat, namanya si B pakai judulnya si A, judulnya si A pakai nama si C, namanya si C dilihat kalimat tulisan di dasar teorinya beda, tulisannya sama tapi halaman dan namanya memakai nama penulis lain. Tahunnya juga bermacam-macam. Semoga, nama penerbitnya ngga memakai nama toko tempat fotocopy langganan. Duh ribet dah.
    Kejadian ini terjadi ketika asal mencomot daftar pustaka di internet, dan masih dipertanyakan kebenarannya. Toh yang posting juga bisa saja melakukan hal yang sama, begitu juga melihat ke laporan kakak tingkat. Atau lebih mudahnya, dengan mengarang, asal tulis. "Ngga apa ini, lagian Asprak juga ngga bakal nelusuri sampai ke ujung dunia." Atas kejadian itu, maka terjadilah proses estafet yang ngga berujung.
    Kok tahu? Iyalah karena ini pengalaman saya juga. Haha. (Kecuali pinjam ke kakak tingkat saya belum pernah, kecuali buku laporan saya malah yang dipinjam). Atas nama mahasiswa yang selalu begadang malam dengan menulis laporan, mungkin ini masih bisa dimaafkan. Kan biasanya mayoritas akan menang kalau melawan minoritas, sebesar apapun kesalahan akan menjadi (keluarga) tak kasat mata jika banyak orang yang melakukannya. Ah apa sih.
    Penulisan daftar pustaka itu penting. Biarpun di laporan hanya dikasih apresiasi lima poin, ini bisa menjadi pengalaman nanti jika bertemu dengan laporan yang lebih menguras kesabaran dan semangat: Skripsi. Ketika menulis proposal nanti, misalnya, beberapa dosen pembimbing yang akan dilirik setelah judul adalah referensi, daftar pustaka (beberapa loh ya, kebetulan dulu dospem saya masuk ke dalam beberapa itu).
    Ada berbagai jenis penulisan daftar pustaka, di antaranya penulisan berdasarkan Metode Harvard, Daftar Pustaka untuk Textbooks, untuk Jurnal, dan untuk Makalah/informasi dari internet. Tapi untuk penulisan nama penulis, semuanya sama, jika ada dua kata nama, maka dibalik. Kenapa harus dibalik, ini pertanyaan yang mengingatkan saya ketika masih dibangku sekolah dulu ketika bertanya pada guru Bahasa Indonesia.
    Katanya, penulisan nama mengacu pada cara Barat. Contoh sederhananya, kenal Cristiano Ronaldo? Neil Armstrong? Barrack Obama? Uzumaki Naruto? Monkey D. Luffy? (eh emang ini Barat?) Ada dua kata nama, lalu nama apa yang kita panggil kepada mereka, Barrack? atau Obama?  Dan saya mulai sedikit memahami dengan contoh sederhana itu, yakni meletakan nama marga di muka, disusul dengan nama diri.
    Di Indonesia ada beberapa suku yang menggunakan sistem marga dalam penamaannya. Seperti suku Batak, Tionghoa, Minahasa, Taroja, de es be. Ada juga kebudayaan yang tidak menggunakan marga, misalnya suku Jawa. Dahulu orang Jawa menggunakan nama yang mayoritas tiga suku kata, seperti Sukarno, dan nama panggilannya dua suku kata terakhir, yaitu Karno. Teman saya juga ada, Suhendi, dipanggilnya Gendol (eh ini hanya panggilan akrab dia di kampung saya).
    Semakin kemari, suku Jawa banyak yang menggunakan nama bukan lagi tiga suku kata, tapi dua kata bahkan tiga kata (beruntunglah ia ketika membuat paspor). Dan ia dipanggil dengan nama pada kata yang berada di depan. Misal saya, Ari Irawan, pastinya mereka memanggil saya Ari. Untuk mengubah panggilan dengan kata Irawan, pastilah ini sangat sulit. Wajarnya kan begitu, panggilan memakai nama depan.
    Tapi tenang saja kok, selagi terus berusaha saya juga bisa dikenal dengan sebutan Irawan, seperti  kalian yang mengenal Arikunto, Hamalik, Sudjana, de el el. Setidaknya, “Irawan, Ari” sudah menjadi hiasan daftar pustaka adik-adik tingkat di buku laporan praktikum mereka berkat tulisan yang saya posting di blog, ya anggap saja itu sebagai batu yang berloncat-loncatan

Posting Komentar

0 Komentar