Kepada Perempuan yang Terakhir Menangis di Bumi (Versi Musikalisasi)


Kau baru saja mendengarkan puisi dari seorang lelaki yang tiap malam bekerja keras menunggu pelangi atau menunggu purnama bersinar tanpa matahari.

Kini aku paham bagaimana merasa kehilangan tanpa sempat memiliki. Kini aku paham bagaimana merasa dekat tanpa sempat menatap matamu lagi. Kini aku paham bagaimana kuanggap diriku baik-baik saja sedang hatiku terluka. Dan aku paham bagaimana kuanggap dirimu ada meski semuanya hanya andai.

Aku tak ingat kapan terakhir kau membuatku tersenyum tapi aku selalu ingat kau perempuan terakhir yang memberiku air mata. Pertemuan kita hanya sebatas lambaian bumi kepada awan. Percakapan kita tak lebih dari angin yang menitipkan pelangi kepada hujan. Kau selalu gagal menjadi perempuan yang membuatku mudah melupakan.

Kesedihanku tak lain berupa awan mendung di malam hari. Kau tak akan melihatnya sampai benar kakimu menginjak beranda. Bahkan kau mulai ragu dengan cuaca itu. Karena bintang, langit, awan, angin dan pepohonan menjelma seseorang yang ada di kepalamu.

Dan bila sudah suntuk menunggu, kau boleh menutup jendela dan mematikan lampu. Selamat malam, siapa tahu tidur ialah cara lain menyembunyikan kesedihanmu. Siapa tahu, memimpikan seseorang lain di kepalamu ialah cara lain melupakanku. Atau siapa tahu, meneteskan air mata ialah cara lain merelakanku


versi musikalisasi dapat ditonton di IGTV @ari.irawan_ 

Posting Komentar

0 Komentar