Setia adalah Pekerjaan yang Baik

1
Akan saya ceritakan sepasang kekasih bernama Ari dan Ira. Ari adalah lelaki dan Ira adalah perempuan. Keduanya saya beri nama sesuai nama saya karena saya sedang malas memikirkan sebuah nama.

2
Ari jatuh cinta kepada Ira, Ira juga mencintai Ari. Karenanya, mereka sepakat jadian. Kalau tidak salah di bulan September. Saat itu mereka duduk di bangku SMA, di sekolah yang sama. Ari kelas sebelas sedang Ira kelas sepuluh.

3
Sebelum mereka jadian, Ari pernah mengantar Ira pulang sekolah. Sore hari, langit saat itu nyaris gelap, hujan bisa saja turun. Jadi, pada saat itu juga, mereka mulai jatuh cinta.

4
Ira senang diajak pulang bareng. Ari juga dalam hati girang. Ia sudah merasa seperti pangeran mengantar permaisurinya.

5
Kedua orang tua Ira selalu menyambut Ari dengan hangat. Mereka baik. Ari sudah menganggap rumahnya sebagai rumah sendiri, orang tua Ira sudah seperti orang tua sendiri.

6
Beberapa bulan berhubungan, Ari sakit hati saat membaca pesan di ponsel Ira bermesraan dengan lelaki lain. Ari kecewa. Ira meminta maaf. Ari lalu memaafkan Ira karena ia sungguh menyayanginya. Hubungan keduanya kembali membaik. Tapi hati Ari terlampau masih sakit.

7
Bukan hanya Ari, Ira juga ingin diperkenalkan dengan ibunya Ari. Keduanya menentukan hari libur untuk ke rumah. Ibu Ari senang ketika setiap kedatangan tamu, apalagi seorang perempuan dan dibawakan oleh anaknya. Seperti oleh-oleh spesial dari luar kota yang belum pernah ia dapat.

8
Karena Ira murah senyum, ramah dan baik hati, Ibu Ari langsung jatuh hati. Ari dan Ira, pasangan yang cocok, katanya. Ibu Ari bilang, kapan-kapan harus main lagi.

9
Sampai di sini, Ibu Ari dengan Ira memiliki hubungan yang baik. Ari dan orang tua Ira pun demikian. Tinggal hubungan orang tua keduanya agar menjadi lebih sempurna. Itu harapan Ari dan Ira. Huft. Dasar anak sekolah.

10
Ira mempunyai hobi menaiki gunung. Ira ikut komunitas naik gunung.  Ari tidak menyukai Ira punya hobi tersebut. Ia cemburu, ia khawatir, komunitas itu pasti banyak lelakinya.

11
Satu tahun pacaran, Ari meminta putus. Ari merasa semakin lama ia lebih banyak didera sakit hati daripada bahagia. Akhirnya mereka putus. Setelah putus keduanya malah semakin cinta. Tapi Ira yang lebih patah hati.

12
“Kalau berjodoh, perpisahan akan membuat kita kembali.”

13
Satu tahun, dua tahun, tiga tahun, empat tahun, lima tahun, hubungan mereka nyaris tanpa komunikasi. Tapi mereka yakin, tepatnya, berjanji pada diri sendiri, keduanya akan kembali suatu saat nanti. Dalam hubungan yang lebih serius.

14
Hampir ingin masuk tahun ke enam berpisah. Ari menemui Ira. Keduanya saling bertanya apakah sudah mempunyai kekasih atau belum. Jawbanya, tentu tidak. “Aku selalu menunggumu.” “Aku pun.”

15
Ari mengajak Ira kepada hubungan yang lebih serius. Ira belum mengiyakan, tidak ada jawaban. Ari menunggu jawaban itu, berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan.

16
“Ibu sangat merindukanmu,” kata Ari. Ari mengatakan yang sebenarnya. Bukan alasan klasik supaya ia ingin bertemu. Selama ini, Ari tak pernah bercerita kepada Ibu bahwa hubungan keduanya putus. Yang ibunya tahu, keduanya baik-baik saja.

17
Ira ke rumah, bertemu ibu Ari. Seperti biasa, selalu hangat, murah senyum, dan begitu ramah. Ibu Ari yakin perempuan itu adalah jodoh Ari. Tapi, Ira belum membari jawaban.

18
Jika Ira menolak, Ari tak tega mencerita sebenarnya kepada ibu. Sebeb, Ibu Ari sangat berharap mereka jodoh. Ibu Ari sangat bahagia jika bertemu Ira. Hampir setiap hari menanyakan kepada Ari, kapan Ira ke rumah lagi.

19
Pada akhirnya, Ira menolak. Ia berpikir, Ari sudah memiliki perempuan pilihannya yang jauh lebih baik. Ari tidak peduli, kata siapa, pasti Ira hanya menduga-duga.

20
Namun tetap, jawaban Ira tidak, ia menolak. Ari menerima jawabannya. Tapi ia belum menerima untuk menceritakan kepada Ibu. Ibu pasti sakit hati mendengar itu.

21
“Kalau berjodoh, perpisahan akan membuat kita kembali,” kata Ira, mengingat enam tahun yang lalu.

22
“Kapan Ira ke rumah?” Tanya Ibu Ari.

Posting Komentar

0 Komentar