Kerja Keras Bagai Kuda, Akhirnya Sakit Juga


Saya tidak tahu apakah kuda sering sakit karena terlalu keras bekerja. Tapi memang itu kerjaannya, kalau tidak ingin keras bekerja ya jangan jadi kuda, jadi panda saja.

Sudah lama saya tidak sakit, pada akhirnya diberi sakit juga. Sudah lama saya tidak jatuh cinta, pada akhirnya jatuh cinta juga, dan ujung-ujungnya, sakit juga (ingin kutambahkan titik dua kurung buka, di tengahnya diberi tanda kutip satu biar terlihat sedang menangis). Jadi, sekarang saya sedang mengalami dua rasa sakit yang berbeda. Sakit yang pertama tinggal ke dokter, sakit yang kedua tinggal kenangan yang setiap waktu siap untuk menghampiri kembali.

Baiklah, kini hanya membahas rasa sakit yang pertama. Entah sejak kapan saya mengenal istilah kerja keras bagai kuda itu, namun ternyata banyak dampak yang terjadi akibat terlalu keras bekerja, jatuh sakit salah satunya. Itu yang saya rasakan dan itulah yang akhirnya saya pikirkan.

Setelah lulus kuliah dan melamar pekerjaan di salah  satu sekolah, saya diterima bekerja di sana. Di waktu bersamaan, saya pun diberi kesempatan untuk bekerja juga di suatu lembaga. Dan kedua pekerjaan itu, saya terima.

Alasan saya menerima kedua pekerjaan itu. Di sekolah, jadwal yang saya terima bisa dipadatkan menjadi tiga hari. Tiga hari itu, pimpinan lembaga tidak mempermasalahkan dan sisa harinya bisa bekerja di lembaga tersebut. Untungnya, waktu hari libur di sekolah adalah hari jumat, jadi saya meminta jadwal saya di sekolah diisi di hari minggu. Otomatis, dalam satu minggu, saya kerja penuh bagai kuda.

Bagi beberapa orang mungkin itu bisa jadi hal biasa, tapi bagi saya yang masih mental tempe yang dipotong-potong jadi adonan nasi lengko, perlu pembiasaan kali ya. Pasalnya, ketika masuk di dunia kerja, ada waktu untuk hak diri sendiri yang dikorupsi: hari libur. Ha.

Awalnya memang sangat menyenangkan bisa bekerja tanpa henti dan terlihat seperti orang sok sibuk. Biar dapat penghaslian lebih dan cepat nikah? Buat apa gaji berlipat kalau ujungnya pergi ke dokter? Dan jika sudah sakit begini, apa yang perlu disenangi. Pengen dapet perhatian dari doi? Basi!

Padatnya pekerjaan, banyak akibat yang terjadi, seperti kurang istirahat, kurang tidur, pola makan tidak terartur, dan sebagainya. Giovanni Costa menyebutkan bahwa masalah kesehatan muncul akibat perubahan siklus aktivitas, sehingga berpengaruh terhadap tubuh.

“Gangguan ritme sirkandian dan kurangnya waktu tidur dapat menyebabkan kelelahan berlebihan yang menimbulkan depresi, gangguan psikologis, serta kecemasan, dan berpengaruh terhadap ketidakhadiran mereka,” tulisnya dalam Shif Work and Health: Current Problems and Preventive Actions.

Itulah yang terjadi pada saya, akibatnya, saya mengalami pusing, badan panas, asam lambung meningkat, mual. Benar kata orang, nikmat sehat itu akan dirasakan ketika ia jatuh sakit. Seperti, kehadiran seseorang baru terasa ketika ia benar-benar pergi. Plis, jangan sia-siakan, ya kecuali kamu memang benar-benar tidak dibutuhkan olehnya, tidak dianggap kehadirannya. Halah.

Karena sakit ini, saya mencoba agar tidak memiliki waktu kerja berlebihan. Bersyukur di sekolah baru saja dilakukan perubahan jadwal dan saya meminta tidak ada lagi jadwal di hari minggu. Hari minggu biar tubuh saya melakukan hak-haknya sebagaimana hari libur.

Saya tidak ingin yang dikatakan Maria Ines Berniell dalam studinya berjudul The Effect to Working Hours on Health Status and Health Behaviors, bahwa orang yang memiliki waktu kerja berlebihan memiliki risiko terkena berbagai macam penyakit kronis, termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, kanker, dan depresi. Ngeri membayangkannya. Sudahlah cukup sakit hati saja yang mewarnai hari-hari, sakit itu jangan.

Oke, saya tidak akan menulis banyak-banyak, maklum ini saja mengetik dengan tubuh lemas di atas kasur, dengan laptop dialasi oleh skripsi yang kini aku tahu fungsi sebenar-benarnya.

Selamat menikmati hari libur, untuk diri sendiri.

Posting Komentar

0 Komentar