Kini


Kini jatuh cinta tak semudah dulu, saat sebelum mengenalmu. Kau tak akan pernah tahu, kehadiran dan kepergianmu membuatku jatuh berkali-kali. Berkali-kali juga aku ingin menyerah namun tetap saja perasaan ini selalu memenangkannya. Mengenalmu kini aku tahu bahwa jatuh adalah kata kerja yang menyenangkan dan tak pernah direncanakan maupun disengaja.

Kini kau benar-benar pergi. Ah, mungkin lebih tepatnya aku yang (ingin) benar-benar pergi. Pergi dari masa lalu yang kau buat sendiri. Yang kau buat untukku dan sudah tak ada lagi rasa peduli. Jujur aku bingung apakah harus berterima kasih atau menyesalinya. Bahkan, sampai akhir tahun ini aku belum sama sekali mengatakannya. Kau lebih dulu menghilang dan aku seperti anak kecil yang malang.

Kini tak sama lagi seperti dulu. Membayangkan pesan masuk, pertemuan yang singkat dari jadwal yang padat, berantem karena hal sepele, senyum ketawa sendiri menatap layar ponsel masing-masing sambil mention jokes receh di twitter. Kau tahu, kini aku berusaha sedang tidak melupakannya dari ingatan. Apa kau juga demikian. Aku harap tidak, sebab itu sungguh terasa menyakitkan.

Kini bukan lagi kita. Sekuat apa pun ingin menjadi kita, semuanya akan rapuh jika rasa egois selalu menjadi hal yang keras kepala. Atau hati yang tak benar-benar ada. Hati yang enggan rela untuk setia. Aku kira semesta sudah tepat mempertemuka kita, namun ternyata semua itu hanya sementara.

Kini hanya sebuah catatan. Jika kau membaca tulisan ini, aku berharap aku sudah tak jatuh cinta padamu lagi. Jika kau membaca tulisan ini, aku berharap aku sudah lebih bahagia dan tanpa mengharapkanmu kembali lagi. Jika kau sudah bahagia saat ini, aku berharap kau tak pernah sama sekali membaca tulisan ini.

Posting Komentar

0 Komentar